Abu Nuwas dan Ijazah Palsu

Oleh : Helmi Hidayat (Dosen UIN Syarif Hudayatullah Jakarta)

Saat Harun Al-Rasyid memimpin Imperium Islam di bawah bendera dinasti Abbasiyyah, kejayaan Baghdad terdengar sampai ke pelosok bumi. Jalan-jalan dibangun ribuan kilometer, perbatasan diperhatikan, perpustakaan dibangun, kesenian berkembang, kebebasan berbicara dijamin. 

Karena itulah Abu Nuwas, pujangga kenamaan di negeri itu, oleh khalifah dibiarkan bercanda dengan Allah lewat syairnya – ‘’Ya Allah, aku tidak layak jadi penghuni surga, tapi aku tidak kuat masuk neraka.’’

Tapi, sudah sepekan ini Abu Nuwas gundah gulana. Dia jengkel pada Syekh Triuddin Al-Bahluli, yang menuduh ijazah keluaran Madrasah Nizamiyyah di tangan Harun Al-Rasyid palsu. Rekan-rekan Harun Al-Rasyid sudah memberikan testimoni bahwa mereka pernah satu sekolah dengan sang khalifah saat mereka muda, mudir Madrasah juga sudah memberi pengakuan terbuka bahwa ijazah sang khalifah asli, tapi Syekh Triuddin tetap ngotot. 

Khalifah ingin sekali meladeni sang penuduh lewat debat terbuka, tapi Abu Nuwas sebagai kadi kepercayaannya melarang. Menurut Abu Nuwas, jika khalifah meladeni ocehan Syekh Triuddin, itu cuma menaikkan kelas Syekh Triuddin dari kelas pojok pasar ke kelas lobby istana. 

‘’Masa penguasa imperium raksasa sekelas paduka meladeni bualan tukang minyak wangi di pojok pasar? Biarkan saya menghadapi tukang cuci piring satu ini, paduka,’’ tegas Abu Nuwas. 

Harus Al-Rasyid girang. Abu Nuwas pasti sudah menyiapkan kartu truf buat memenangkan pertandingan, pikir sang khalifah. Dia saja sering kalah berargumentasi dengan pujangga satu ini, apalagi Syekh Triuddin yang sebetulnya kurang terkenal. 

Benar saja, ketika pengadilan dibuka, majelis hakim kaget mendengar Abu Nuwas mengaku tampil sebagai pengacara khalifah. Syekh Triuddin gusar sebab semula dia menduga Harun Al-Rasyid akan datang sendiri tanpa diwakili pengacara. Saat pengadilan dibuka, Syekh Triuddin langsung berteriak lantang:

‘’Saya keberatan, majelis hakim, jika majelis terhormat ini tidak menghadirkan khalifah. Bukankah objek hukum kita adalah sesuatu yang dimiliki khalifah yang saya anggap palsu? Mengapa Abu Nuwas yang tampil di sini? Harun Al-Rasyid harus berani datang ke sini jika dia merasa benar!’’ 

‘’Maaf majelis hakim yang mulia, saya ke sini sebenarnya juga bukan mau membela Khalifah Harun Al-Rasyid. Buat apa?’’ jelas Abu Nuwas santai. 

Majelis hakim geger, Syek Triuddin bingung, pengunjung terkekeh-kekeh sebab mereka memang sudah menduga, pasti ada kartu truf yang dibawa Abu Nuwas ke forum pengadilan ini – justru kartu truf itulah yang sebenarnya sedang mereka tunggu-tunggu. 
 
‘’Kalau Anda tidak ingin membela Khalifah, lalu untuk apa Anda ke sini?’’ tanya Syekh Mahfud, salah satu anggota majelis hakim. 

‘’Saya di sini ingin menggugat ustaz Nasaruddin,’’ kata Abu Nuwas dengan suara tegas. ‘’Ijazah dia palsu, dia tak layak memimpin salat di masjid jami’!’’ 

Majelis hakim tambah geger, hadirin bergemuruh, Syekh Triuddin kejang-kejang saking marah. Bukan apa-apa, ustaz Nasaruddin selama ini dikenal sebagai imam besar Masjid Al-Mansur yang terletak di pusat kota Baghdad. Dia hafal 30 juz Al-Quran. Suaranya merdu, tajwidnya bagus, dan jamaah sering menangis jika sang imam memimpin salat melantunkan ayat-ayat Al-Quran. 

Satu hal penting lainnya: Ustaz Nasaruddin adalah keponakan Syekh Triuddin! 

‘’Kamu gila Abu Nuwas,’’ teriak Syekh Triuddin. ‘’Lancang sekali kamu menuduh seorang alim yang jelas-jelas hafal Al-Quran, suaranya bagus, prestasinya gemilang, sebagai pemilik ijazah palsu. Jika ijazah dia palsu, bagaimana mungkin dia memimpin salat ribuan orang tanpa bacaan salah? Bukankah ketrampilannya itu sudah menjadi bukti dia imam yang layak, terlepas palsu atau tidak ijazahnya?’’ 

Kini giliran Abu menatap tajam Syekh Triuddin, lalu dengan perlahan tapi pasti dia berkata: 

‘’Syekh Triuddin yang bijak dan pintar, Anda marah saat saya katakan ijazah Ustaz Nasaruddin palsu sebab Anda lihat sendiri dia memimpin salat dengan benar, banyak hafal ayat Quran, tajwidnya juga bagus. Ketrampilannya memimpin salat Anda jadikan bukti empiris bahwa dia ustaz yang hebat. Anda bahkan tak perlu membuktikan dia punya ijazah atau tidak. Benar?’’ 

Syekh Triuddin mengangguk cepat. 

‘’Sekarang lihat apa yang sudah dilakukan Khalifah Harun Al-Rasyid selama bertahun-tahun memimpin Bani Abbasiyyah? Berapa ribu kilometer jalan dia bangun, berapa pelabuhan dia dirikan, berapa banyak kaisar dan raja hormat pada diplomasi luar negerinya? Saat dunia dilanda pandemi Sijjil, bukankah Baghdad termasuk negeri pertama yang bebas dari pandemi? Jika Anda marah saya tuduh ustaz Nasaruddin padahal ketrampilannya gemilang, sekarang mengapa Anda masih mempersoalkan selembar ijazah khalifah di tengah gemerlap Baghdad dan prestasi Khalifah Harun Al-Rasyid?’’ 

Sambil memberi hormat Abu Nuwas meninggalkan pengadilan sambil menitipkan secarik kertas pada majelis hakim. Di situ tertulis: ‘’Lama-lama saya sinting, paduka majelis hakim juga jadi sinting, menghadapi orang sinting!’’  Salam!
Previous article
Next article

Belum ada Komentar

Posting Komentar

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel